Pages

Sabtu, 28 September 2013

Cerpen

HANTU POHON MANGGA

Namaku indra aku akan menceritakan pengalaman waktu aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Jadi ceritanya begini:
Semua orang dirumahku sudah tau, aku mudah sekali takut pada hal-hal sepele. Misalnya pada kecoa, bahkan bila ada tamu tak dikenall melangkah masuk ke rumahku, aku terbirit-birit mencari mama sambill berteriak, “mama….ada orang di depan!”.
Anehnya…. Kejadian demi kejadian terus berlanjut tanpa aku bisa mengerti mengapa aku menjadi penakut. Adikku pun gemar mengejekku dengan nyanyian, “ a indra penakut…..a indra penakut….”
Bagaimana dengan cerita-cerita horor, film hantu, vampir…? Jangan ditanya, aku tak berani sama sekali menontonnya. Padahal kata pak ustadz guru mengajiku, “bila kamu yakin akan keberadaan Tuhan Yang Maha Kuasa, semua rasa takut tentu tak akan mengusik hati kita. Hati kita tak akan pernah gentar.”
“Bahkan ada manusia-manusia terpilih yang dapat mengalahkan ketakutan mereka yang terjadi pada Nabi Sulaiman”, lanjut katanya.

Sejak itu aku sering menghadiri pengajian Pak Ustadz di TPA dekat rumahku. Aku tidak peduli pada ocehan adikku tentang hantu yang ada di pohon mangga di depan teras rumahku. Ya…..adikku,Adit , sering sekali bercerita bahwa di atas pohon mangga kami ada penunggunya. Wajahnya seram, berkepala botak, bertubuh tinngi besar kira-kira dua meter. Katanya si penunggu itu terlihat ngambek bila anak-anak kecil naik ke pohon itu dan mematahkan ranting-ranting pohon atau mengorges-gores buah mangga yang belum masak. “kau pikir aku akan takut dengan cerita-cerita khayalmu itu, Dit!” bentaku pada adit. Namun aku bingung juga memikirkan mengapa anak kecil seperti adit sudah bisa berkhayal tentang hantu yang tinggi besar dan menakutkan, apakah adit benar-benar telah melihat hantu pohon mangga itu? Atau dia hanya ingin menakut-nakutiku saja? “betul lo a... indra”? Sudah berkali-kali aku melihat hantu pohon mangga itu nongkrong di atas dahan yang berada di atas kamar  a indra…,  ”cerita adikku suatu hari.” “lha,   mengapa     si   hantu  tidak  mengajakmu bermain?     ledekku. hantu itu memang sering turun dari pohon mangga. Ia lalu mengelilingi rumah, dan dia sepertinya tidak suka jika rumah berantakan.  Makanya  kamar  a indra  harus bersih. Gawat lo, kalau kena marah hantu!” ancamnya. Wah, aku tertawa geli mendengar cerita adiku ,adit
Sore yang agak mandung , membuatku merasa gerah. Musim hujan sudah tiba rupanya, air hujan sering membasahi halaman rumahku, sehingga udara di bawah pohon mangga agak lembab. Harum buah mangga sering memasuki kamarku. Aroma yang khas di sukai adikku, tapi aku tidak begitu menyukainya. Jam menunjukan pukul 17.00. hujan mulai turun rintik-rintik, menambah dingin suhu kamarku, sesaat kemudian telepon di ruang tengah berdering, bergegas aku mengangkatnya. “hallo, sayang, ini mama…...... mama dan papa tidak bisa pulang sore ini. Nenekmu sekarang sedang dirawat di ruang gawat darurat….” Wah, gawat nih, pikirku. Kedua orangtuaku pasti belum, pulang malam ini.
Hatiku menjadi gundah, karena malam ini adalah malam jum’at Kliwon. Orang jawa bilang malam yang penuh dengan hal-hal mistik. Waktunya hantu banyak bergentayangan. Akh, imanku mulai goyah lagi. Malam semakin larut , jam menunjukan pukul 23.00. Mama Papa belum juga datang. Aku dan adit masih bangun.  Karena bosan menunggu, akhirnya adit menyalakan televisi. Aku masih membaca buku dikamar.
Belum beberapa lama, tiba-tiba….pet..!   lampu mati begitu saja, semua gelap gulita. Adit berteriak memanggilku, aku pun tidak kalah kerasnya berteriak memanggil adit. Kami saling bersahut-sahutan. Kami berdua amat takut pada kegelapan. Untung saja, aku segera sadar..! Masa aku harus takut pada kegelapan..? Tiba-tiba aku  teringat  pada  hantu  pohon  mangga.  Apakah ia akan muncul di kegelapan rumah kami.
Tak terasa keringat dingin mengalir di sekujur tubuhku.  ”cepatan A, cariin lilin…...”
 sela  adit setelah  kami  saling bertemu. Brak brak….“aduh!” tiba-tiba setumpuk buku menimpa adit.Adikku.. merintih kesakitan. “aduh a… tolong! Kepalaku sakit… berdarah A..! berdarah, tolong.”
“sabar dit, ya…..ya…akan kutolong.” Aku meraba-raba dinding rumah mencari korek api. Dan tentu saja aku harus mencari betadin karena luka adit
harus diobati. Tak berapa lama…. Byaar!   Lampu menyala terang sekali. Aku
amat senang! Bergegas kuhampiri adit. Buku-buku menumpuk berantakan di samping adit, sementara adikku bersimpuh kesakitan dilantai. Kuamati ia dengan teliti. “mana lukamu? Mana darahnya?” aku mencari-cari darah ditubuh adit. Akh ternyata tak ada darah setespun yang keluar. Tak ada segores lukapun ditubuhnya. Adit meraba-raba dahinya yang basah akibat yang basah akibat kena tetesan air hujan. “wah, bocor…,” kata adikku.. Kami tertawa terbahak- bahak…. Namun tiba-tiba…. Pet!  Lampu mati kembali,…....dengan terburu-buru kupeluk adit. “ayo dit   kita masuk kamar saja. Kita tidur saja…”  pelan-pelan kami berdua menuju kamar tidur, kudengar hujan di luar agak keras.
            Tiupan angin malam yang menggerakan daun mangga terdengar jelas
olehku. Bukankah sudah kukatakan dahan-dahan mangga itu tepat berada di atas kamarku. Seer…seer, bunyi dahan pohon mangga. Kami ingat tentang hantu pohon mangga. Tiba-tiba terdengar benda jatuh di dekat ranjang kami. Hi…iihh! Kupejamkan mataku. Kututup telingaku dengan bantal, kuraih tubuh adikku, kurapatkan dekapan kami. Detak jantung kami berdegup cepat sekali. Akhirnya kami tertidur…..

Keesokan harinya kami terbangun. Kuhentakan adit. “dit…ayo bangun. Kita harus sekolah! Ayo cepat, nanti kesiangan….”
“eh, A, perasaan tadi malem kita tidak memakai selimut ini?” Tanya adit keheranan, sambil membukakan selimut tebal yang menyelimuti tubuh kami berdua. “kayaknya tidak….’kan ini selimut mama. Mengapa ada di sini?” segera aku berlari keluar kamar. Dan orangtuaku pun belum pulang. Kunci kamar tamu masih tergeletak pada laci tempatnya. Aku bingung. Adit pun bingung….
“kalau begitu, siapa yang menyelimuti kita ya….?” Adit bertanya. Aku memandang adit, kami saling pandang. Lalu secara bersamaan kami berteriak sambil berlari menuju pintu dapur rumah. “Hannttuuuuu….!!!” “eit, eit…apa-apaan ini, kalian berdua…?” tiba-tiba mamaku datang dari arah dapur. Saat itu juga aku lega. Lega sekali


Di buat oleh INDRA SOFWAN

0 komentar:

Posting Komentar